Ada 2 bibit tanaman yang terhampar di sebuah ladang yang subur. Bibit yang pertama berkata, "Aku ingin tumbuh besar,aku ingin menjejakkan akarku dalam2 di tanah ini dan menjulangkan tunas2ku diatas kerasnya tanah ini. Aku ingin membentangkan semua tunasku untuk menyampaikan salam musim semi. Aku ingin merasakan kehangatan matahari dan kelembutan embun pagi di pucuk2 daunku"...Dan bibit itupun tumbuh,makin menjulang...
Bibit yang kedua berguman..."Aku takut,jika kutanamkan akarku ke dalam tanah ini,aku tak tahu apa yang akan kutemui dibawah sana.Bukankah disana sangat gelap? Dan jika kuteroboskan tunasku keatas,bukankah nanti keindahan tunas2ku akan hilang? Tunasku ini pasti akan terkoyak.Apa yang akan terjadi jika tunasku terbuka,dan siput2 mencoba untuk memakannya? Dan pasti jika aku tumbuh dan merekah,semua anak kecil akan berusaha untuk mencabutku dari tanah. Tidak! Akan lebih baik jika aku menunggu sampai semuanya aman"...Dan bibit itupun menunggu dalam kesendirian.
Beberapa pekan kemudian seekor ayam mengais tanah itu,menemukan bibit yang kedua tadi dan menaploknya segera.
Memang selalu ada saja pilihan dalam hidup. Selalu saja ada lakon2 yang harus kita jalani. Namun seringkali kita berada dalam kepesimisan,kengerian,keraguan,kebimbangan2 yang kita ciptakan sendiri. Kita kerap terbuai dengan alasan2 untuk tak mau melangkah,tak mau menatap hidup.
Karena hidup adalah pilihan, maka hadapilah itu dengan gagah..Dan karena hidup adalah pilihan,maka pilihlah dengan bijak...
Cerita ini berawal saat saya sedang ada di Jakarta bersama dengan ayah saya. Saat itu kami bertemu dengan 2 orang manusia super. Mereka mahluk mahluk kecil , kurus ,kumal berbasuh keringat. Tepatnya di sebuah jembatan penyembrangan, mereka kira – kira berumur delapan tahun yang menjajakan tissue dengan kantong plastik hitam. Saat mereka melintasi jembatan tersebut, mereka menawari kami berdua tissue yang mereka jajakan, dan dengan sedikit rasa angkuh ayah saya melambaikan tangan lebar – lebar tanpa di dampingi dengan senyuman. Dengan sopannya oleh mereka dengan
ucapan "Terima kasih Oom !". Saya masih tak menyadari kemuliaan mereka dan
Cuma mulai membuka sedikit senyum seraya mengangguk kearah mereka.
Kaki - kaki kecil mereka menjelajah lajur lain diatas jembatan , menyapa seorang laki laki lain dengan tetap berpolah seorang anak kecil yang penuh keceriaan, laki laki itupun menolak dengan gaya yang sama dengan ayah saya, lagi lagi sayup sayup saya mendengar ucapan terima kasih dari mulut kecil mereka. Kantong hitam tempat stok tissue dagangan mereka tetap teronggok disudut jembatan tertabrak derai angin di atas jembatan saat itu .
Setengah jam kemudian saya bersama ayah saya melewati tempat yang sama dan mendapati mereka tengah mendapatkan pembeli seorang wanita , senyum diwajah mereka terlihat berkembang seolah memecah mendung yang sedang manggayut langit Jakarta.
" Terima kasih ya mbak .semuanya dua ribu lima ratus rupiah!" tukas mereka, tak lama siwanita merogoh tasnya dan mengeluarkan uang sejumlah sepuluh ribu rupiah .
" Maaf , nggak ada kembaliannya ..ada uang pas nggak mbak ? " mereka menyodorkan kembali uang tersebut. Si wanita menggeleng, lalu dengan sigapnya anak yang bertubuh lebih kecil menghampiri saya dan ayah saya yang tengah mengamati mereka bertiga pada jarak empat meter.
" Oom boleh tukar uang nggak , receh sepuluh ribuan ?" suaranya mengingatkan kepada adik lelaki saya yang seusia mereka . sedikit terhenyak ayah saya merogoh saku celana dan hanya menemukan uang sisa kembalian mie ayam sebesar empat ribu rupiah .
" Nggak punya , jawab ayah saya !" lalu tak lama siwanita berkata " ambil saja kembaliannya , dik !" sambil berbalik badan dan meneruskan langkahnya kearah ujung sebelah timur.
Anak ini terkesiap , ia menyambar uang empat ribuan ayah saya dan menukarnya dengan uang sepuluh ribuan tersebut dan meletakkannya kegenggaman ayah saya yang masih tetap berhenti , lalu ia mengejar wanita tersebut untuk memberikan uang empat ribu rupiah tadi. Siwanita kaget , setengah berteriak ia bilang "sudah buat kamu saja , nggak apa..apa ambil saja !", namun mereka berkeras mengembalikan uang tersebut. " maaf mbak , Cuma ada empat ribu , nanti kalau lewat sini lagi saya kembalikan !" Akhirnya uang itu diterima siwanita karena sikecil pergi meninggalkannya.
Tinggallah episode dimana saya, ayah saya dan mereka , uang sepuluh ribu digenggaman ayah saya tentu bukan sepenuhnya milik ayah saya . mereka menghampiri saya dan berujar " Om, bisa tunggu ya , saya kebawah dulu untuk tukar uang ketukang ojek !".
" eeh .nggak usah ..nggak usah ..biar aja ..nih !" ayah saya kasih uang itu ke sikecil, ia menerimanya tapi terus berlari kebawah jembatan menuruni tangga yang cukup curam menuju ke kumpulan tukang ojek.
Saya bersama ayah saya hendak meneruskan langkah tapi dihentikan oleh anak yang satunya ,"Nanti dulu Om , biar ditukar dulu ..sebentar "
" Nggak apa apa , itu buat kalian " Lanjut ayah saya
" jangan ..jangan Om , itu uang om sama mbak yang tadi juga " anak itu bersikeras
" Sudah ..om Ikhlas , mbak tadi juga pasti ikhlas ! ayah saya berusaha memberi, namun ia menghalangi saya sejenak dan berlari keujung jembatan berteriak memanggil temannya untuk segera cepat , secepat kilat juga ia meraih kantong plastik hitamnya dan berlari kearahkami.
" Ini deh om , kalau kelamaan , maaf .." ia memberi saya delapan pack tissue
" Buat apa ?" ayah saya terbengong
" Habis teman saya lama sih Om , maaf , tukar pakai tissue aja dulu " walau dikembalikan ia tetap menolak .
Kami tatap wajahnya , perasaan bersalah muncul pada rona mukanya . Kami kalah set , ia tetap kukuh menutup rapat tas plastik hitam tissuenya . Beberapa saat kami mematung di sana , sampai sikecil telah kembali dengan genggaman uang receh sepuluh ribu , dan mengambil tissue dari tangan ayah saya serta memberikan uang empat ribu rupiah.
"Terima kasih Om , !"..mereka kembali keujung jembatan sambil sayup sayup terdengar percakapan " Duit mbak tadi gimana ..? " suara kecil yang lain
menyahut " lu hafal kan orangnya , kali aja ketemu lagi ntar kita kasihin..." percakapan itu sayup sayup menghilang , kami terhenyak dan kembali meneruskan perjalanan kami dengan seribu perasaan.
Tuhan ..Hari itu saya belajar dari dua manusia super , kekuatan kepribadian mereka menaklukan Jakarta membuat saya terenyuh , mereka berbalut baju lusuh tapi hati dan kemuliaannya sehalus sutra , mereka tahu hak mereka dan hak orang lain , mereka berusaha tak meminta minta dengan berdagang Tissue.
Dua anak kecil yang bahkan belum baligh , memiliki kemuliaan diumur mereka yang begitu belia.
Saya membandingkan keserakahan kita , yang tak pernah ingin sedikitpun berkurang rizki kita.
"Usia memang tidak menjamin kita menjadi Bijaksana , kitalah yang memilih untuk menjadi bijaksana atau tidak"
Semoga pengalaman nyata ini mampu menggugah saya dan teman lainnya untuk lebih SUPER.